Minggu, 10 Desember 2023

Perangkat Web dalam Pembelajaran

 

Ada beberapa keuntungan menggunakan sumber daya Web 2.0 untuk pembelajaran diantaranya: web pembelajaran lebih luwes (mudah untuk diakses), mudah diproduksi, dan dapat melibatkan peserta didik dalam pembelajaran secara autentik. Selain itu, web juga mendukung keterhubungan di antara pengguna dan menciptakan interaksi sosial dengan orang lain, dan yang penting bagi guru, web mudah untuk dikembangkan bahkan tanpa biaya (gratis).

Berdasar pada banyak keuntungan tersebut, cobalah Anda cari kaitkan pemanfaatan web khususnya jejaring sosial yang dimiliki guru menjadi media pembelajaran pada mata pelajaran tertentu. 

  1.  Youtube 

https://www.youtube.com/


YouTube telah menjadi  salah satu platform terpopuler untuk media pembelajaran. Ada beberapa alasan mengapa YouTube efektif sebagai media pembelajaran: (1) Aksesibilitas (dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja dengan koneksi internet); (2) Visual dan Audio (memungkinkan untuk belajar melalui visual dan audio); (3) Ragam konten (menawarkan berbagai jenis konten pembelajaran, seperti video tutorial, kuliah, presentasi, demonstrasi, dsb.); (4) Pembelajaran mandiri (dapat memilih video yang ingin mereka tonton, mengatur kecepatan video, mengulang bagian yang sulit dipahami); (4) Berbagi pengetahuan (memungkinkan individu yang ahli di bidangnya untuk berbagi pengetahuan mereka dengan audiens yang lebih luas); (5) Pengayaan materi pembelajaran (melengkapi materi pembelajaran yang disampaikan di kelas).


2. Google Classroom

 https://classroom.google.com/

Google Classroom adalah platform pembelajaran online yang dikembangkan Berikut adalah beberapa alasan mengapa Google Classroom efektif sebagai media pembelajaran: (1) Penyampaian Materi (guru dapat mengunggah materi pembelajaran seperti presentasi, dokumen, video, dan sumber daya lainnya ke Google Classroom, peserta didik mengakses materi secara online, kapan saja dan di mana saja); (2) Penugasan dan Pengumpulan (guru dapat memberikan tugas kepada peserta didik dan dapat mengumpulkan tugas mereka secara online, serta guru dapat memberikan umpan balik dan menilai tugas dengan mudah); (3) Kolaborasi (memungkinkan peserta didik dan guru untuk berkolaborasi dalam proyek atau tugas); (4)  Keteraturan (menyediakan tampilan yang teratur dan terorganisir untuk tugas, pengumuman, dan materi); (5) Integrasi dengan Google Apps (Google Classroom terintegrasi dengan berbagai aplikasi Google seperti Google Docs, Google Sheets, dan Google Slides).

3.  Instagram

 https://www.instagram.com/

 

Instagram dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif. Meskipun Instagram terkenal sebagai platform media sosial yang berfokus pada gambar dan video pendek, ada beberapa cara di mana Instagram dapat digunakan untuk tujuan pembelajaran: (1) Konten Pendidikan (akun-akun pendidikan sering mengunggah infografis, tips, fakta, atau pengetahuan terkait topik tertentu); (2) Live Streaming (melakukan siaran langsung dan berinteraksi dengan penonton secara real-time untuk mengadakan sesi tanya jawab, diskusi, atau bahkan presentasi langsung); (3) IGTV (memungkinkan pengguna mengunggah video yang lebih panjang, seperti tutorial, presentasi, kuliah singkat, atau rekaman webinar); (4) Stories (memungkinkan pengguna untuk berbagi gambar, video, atau teks yang bersifat sementara). Instagram adalah platform yang lebih cocok untuk pembelajaran yang ringkas dan visual, dan tidak selalu cocok untuk materi yang kompleks atau mendalam.

 


4. TikTok

 https://www.tiktok.com/


TikTok adalah platform media sosial yang populer, terutama di kalangan generasi muda. Meskipun TikTok awalnya dirancang sebagai platform hiburan dan berbagi video pendek, beberapa orang telah mulai menggunakan TikTok sebagai media pembelajaran. Berikut adalah beberapa cara di mana TikTok dapat digunakan sebagai media pembelajaran: (1) Konten Pendidikan (mengunggah video-video singkat yang mengajarkan konsep-konsep, memberikan tips, atau menyampaikan informasi penting); (2) Visualisasi Konsep (memungkinkan pengguna untuk menggunakan audio, teks, dan efek visual untuk menjelaskan konsep yang kompleks dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami); (3) Kolaborasi dan Belajar Bersama (memungkinkan pengguna untuk berinteraksi melalui komentar, duet, atau stitching); (4) Seri Video (memungkinkan pengguna untuk membuat seri video yang terhubung satu sama lain); (5) Trending Challenges (menciptakan tantangan pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk menguji pengetahuan mereka atau menunjukkan keterampilan tertentu dalam video pendek).


5. Blog

 https://www.ruanguru.com

 


Blog adalah platform online di mana seseorang dapat mempublikasikan artikel, pemikiran, pandangan, dan informasi lainnya dalam format yang terstruktur dan mudah diakses. Berikut adalah beberapa alasan mengapa blog dapat digunakan sebagai media pembelajaran: (1) Konten Berkelanjutan (memungkinkan pembelajaran yang berkelanjutan dengan menyediakan ruang untuk mengembangkan topik secara mendalam); (2) Fleksibilitas Format (memungkinkan penggunaan beragam format konten seperti teks, gambar, video, grafik, atau audio); (3) Interaksi dan Umpan Balik (memfasilitasi komentar dan diskusi antara pembaca dan penulis); (4) Akses dan Keterjangkauan (dapat diakses dengan mudah melalui internet, yang memungkinkan akses yang luas bagi pembelajar di berbagai lokasi geografis), (5) Keterlibatan dan Refleksi (memungkinkan pembelajar untuk terlibat secara aktif dengan materi pembelajaran melalui membaca, merenung, dan 
bertindak sebagai penulis dengan membuat tanggapan atau pemikiran mereka sendiri dalam bentuk komentar atau postingan di blog pribadi mereka); (6) Sumber Pengetahuan Jangka Panjang (memberikan kesempatan bagi guru, ahli, atau pembelajar berpengalaman untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka dalam jangka panjang).


Sabtu, 19 November 2016

resume buku ulum Al-quran karya : Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.

Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran

RESUME BUKU ULUM AL- QURAN

DISUSUN
OLEH

NAMA                           : NURUL MAGFIRAH
   
DOSEN PEMBIMBING         : FITHRIANI M.Ag.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR- RANIRY
TAHUN 2016
BAB 1
ULUM AL- QURAN DAN PERKEMBANGANNYA

A.     Pengertian ‘Ulum Al- Quran
 Ungkapan ‘Ulum Al- Quran berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “’ulum” (ilmu) dan “Al- Quran” (kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir, yang ditulis pada mushaf, mulai dari surah Al-Fatihah sampai An-Nas).
Menurut Bahasa ‘Ulum Al- Quran adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran. Adapun ‘Ulum Al- Quran secara istilah, para ulama memberikan redaksi berbeda,
·         Menurut Manna’ Al-Qaththan : Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran dari sisi informasi tentang asbab an-nurul, kodifikasi dan tertib penulisan Al-quran, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah (Makkiyyah) dan di Madinah (Madaniyyah), dan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Quran.
·         Menurut Az-Zarqani : Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran, dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang biasa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain.
·         Menurut Abu Syahbah : Sebuah ilmu yang memliki banyak objek pembahasan yang berhubungan deangan Al-quran, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.

B.      Ruang Lingkup Pembahasan ‘Ulum Al- Quran
Ruang Lingkup pembahasan Al-Quran tak terhingg, bahkan menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu- ilmu Al-quran itu mencapai 77.450. Berkenan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddiqie berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan ‘Ulum Al- Quran terdiri dari enam hal pokok berikut ini:
1.         Persoalan Turunnya Al-Quran (Nuzul Al-Quran)
2.         Persoalan Sanad (Rangkaian Para Periwayatnya)
3.         Persoalan Qira’at (Cara Pembacaan Al-Quran)
4.         Persoalan Kata-Kata Al-Quran
5.         Persoalan Makna- Makna Al-Quran yang Berkaitan dengan Hukum
6.         Persoalan Makna- Makna Al-Quran yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Quran

C.      Cabang-Cabang (Pokok Pembahasan) ‘Ulum Al- Quran
Di antara cabang-cabang (pokok pembahasan) ‘Ulum Al- Quran adalah sebagai berikut:
1.      Ilmu Adab Tilawat Al-Quran, yaitu ilmu tentang aturan dalam pembacaan Al-Quran.
2.      Ilmu Tajwid, yaitu ilmu tentang cara-cara membaca Al-Quran.
3.      Ilmu Mawathin An-Nuzul, yaitu ilmu tetang tempat, musim,awal dan akhir turun ayat.
4.      Ilmu Tawarikh An-Nuzul, yaitu ilmu tentang masa dan urutan turunnya ayat.
5.      Ilmu Asbab An-Nuzul, yaitu ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat.
6.      Ilmu Qira’at, yaitu ilmu tentang ragam qira’ar (pembacaan Al-Quran).
7.      Ilmu Gharib Al-Quran, yaitu ilmu tentang makna kata-kata yang ganjil.
8.      Ilmu ‘Irab Al-quran, yaitu ilmu tentang harakat Al-Quran.
9.      Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir, yaitu ilmu tentang kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu.
10.  Ilmu Ma’rifar Al-muhkam wa Al-Mutasyabih, yaitu ilmu tentang ayat muhkam dan mutasyabih.
11.  Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, yaitu ilmu tentang ayat yang mansukh oleh sebagian mufassir.
12.  Ilmu Badai’u Al-quran, yaitu ilmu tentang keindahan susunan bahasa al-Quran.
13.  Ilmu I’jaz Al-Quran, yaitu ilmu tentang segi-segi keutamaan Al-Quran.
14.  Ilmu Tanasub Ayat Al-Quran, yaitu ilmu tentang persesuaian antar ayat.
15.  Ilmu Aqsam Al-Quran, yaitu ilmu tentang maksud sumpah Allah dalam Al-Quran.
16.  Ilmu Amtsal Al-Quran, yaitu ilmu tentang perumpamaan dalam Al-Quran.
17.  Ilmu Jadal Al-Quran, yaitu ilmu tentang macam-macam perdebatan dalam Al-Quran.

D.     Perkembangan ‘Ulum Al- Quran
1.      Fase Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase ini, ‘ulum Al-Quran kurang lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegiarahan para sahabat untuk mempelajari Al-Quan dengan sungguh-sungguh.
2.      Fase Kodifikasi
Pengkodifikasian al-Quran ini berawal dari perintah ‘Ali bin Abi Thalib, dan semakin marak serta meluas ketika islam berada di tangan Bani Ummayah dan Bani ‘Abbasiyah.



BAB 2
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL- QURAN

A.      Pengertian Al- Quran
·         Menurut Manna’ Al-Qaththan : Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan membacanya memperoleh pahala.
·         Menurut Al-Jurjani : Yang Diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang ditulis di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.
·         Menurut Abu Syahbah : Kitab Allah yang diturunkan-baik lafazh maupun maknanya- kepada nabi terakhir, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni penuh kepastian dan keyakinan, yang di tulis pada mushaf mulai dari surat Al-Fatihah sampai An-Nas.
·         Menurut Kalangan Pakar Ushul Fiqih, Fiqih, dan Bahasa Arab : Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang lafazh nya mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Farihah sampai surat An-Nas.

B.      Hikmah Diwahyukan Al- Quran Secara Berangsur- Angsur
Al-Quran diturunkan dalam tempo waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi.
Hikmah diwahyukan Al- Quran secara berangsur- angsur:
1.      Memantapkan hati Nabi.
2.      Menentang dan melemahkan para penentang Al-Quran.
3.      Memudahkan untuk dihafal dan dipahami.
4.      Mengikuti setiap kejadian.
5.      Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari allah yang Maha Bijaksan.

C.      Pengumpulan Al- Quran (Jam’ Al- Quran)
1.      Proses Penghafalan Al-Quran
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi, oleh karena itu ketika wahyu datang nabi langsung menghafal dan memahaminya. Tindakan Nabi tersebut merukapan suri teladan yang diikuti sahabatnya.
2.      Proses Penulisan Al-Quran
Di mulai dari masa Nabi Muhammad SAW, kemudian dilanjutkan masa Khulafa’ Al- Rasyidin.

D.     Rasm Al- Quran
 Rasm Al-Quran adalah tata cara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu, yaitu Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf), Al-jiyadah (penambahan), Al-Hamzah, Badal (enggantian), Washal dan Fashl (penyambung dan pemisah) dan kata yang dapat dibaca dua bunyi.
Pendapat ulama sekitar rasm Al-Quran :
1.      Sebagian berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bersifat tauqifi.
2.      Sebagian besar berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bukan taugifi, tetapi kesepakatan cara penulisan yang disetujui ‘Utsman dan diterima umat, sehingga wajib untuk ditaati.

















BAB 3
ASBAB An-NUZUL

A.     Pengertian Asbab An-Nuzul
Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belatarbelakangi terjadinya sesuatu, namun dalam pemakaiannya , ungkapan asbab An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab- sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran. Asbab An-Nuzul secara terminologi dirumuskan oleh para ulama, diantarnya:
1.      Menurut Az- Zarqani : Asbab An-Nuzul adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Quran sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
2.      Menurut Ash- Shabuni : Asbab An-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabiatau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3.      Menurut Shubhi Shalih : Asbab An-Nuzul adalah sesuatu yang menjadi  sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Quran terkadang menyiratkan peristiwa itusebagai respons atasnya, atau penjelasan terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.
4.      Manna’ Al-Qthathan : Asbab An-Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Quran berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.

B.      Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab An-Nuzul dalam memahami Al-Quran, sebagai berikut :
1.      Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menagkap pesan ayat-ayat Al-Quran.
2.      Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3.      Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-quran.
4.      Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Quran turun.
5.      Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya.



C.      Cara Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatnya (pentransmisian) yang benar (naql Ash- Shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al- Quran.

D.     Macam- Macam Asbab An-Nuzul
1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab An-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan Asbab An-Nuzul, yaitu Sharih (visionable/jelas, seperti “sebab turunnya ayat ini . . . “ atau “telah terjadi . . . maka turunlah ayat . . .”) dan muhtamillah (impossible/kemungkinan ,seperti “ayat ini turun berkenaan . . . “)
2.      Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk Asbab An-Nuzul
·         Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud al-Sabab wa Nazil al-Wahid)
·         Variasai ayat untuk satu sebab (Ta’addud al-Nazil wa As-Sabab al-Wahid)


E.      Kaidah Al-‘Ibrah
Mayoritas ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Quran adalah keumumman lafazh dan bukannya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzhi la bi khusus as-sabab). Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Quran harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan dari segi keumuman lafazh (al-‘ibarah bi khusus as-sabab la bi bi ‘umum al-lafazh).








BAB 4
MUNASABAH AL- QURAN

A.     Pengertian Munasabah
Secara etimologi, kata munasabah berarti musyakalah (keserupaan) dan al-muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, munasabah dapat didefinisikan sebagai betikut:
1.      Menurut Az- Zarkasyi :  Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2.      Menurut Manna’ Al-Qaththan : Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (di dalam Al-Quran).
3.      Menurut Ibn Al-‘Arabi : Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qurana sehingga seolah-olah satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makana dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.      Menurut Al-Biqa’i : munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Quran, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.

B.      Cara Mengetahui Munasabah
As- Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munsabah, yaitu :
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakan ada hubungannya atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.

C.      Macam- Macam Munasabah
Dalam Al-Quran sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah, yaitu :
1.      Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya.
2.      Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya.
3.      Munasabah antar bagian suatu surat.
4.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan.
5.      Munasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat dismpingnya.
6.      Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat.
7.      Munasabah antar awal sura dengan akhir surat yang sama.
8.      Munasabah antar penutup surat dengan awal surat berikutnya.

D.     Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
1.      Dapat mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tem Al-Quran kehilangan relevansi antar suatu bagian dengan bagian lainnya.
2.      Mengetahui persmbungan atau hubungan antar bagian Al-Quran.
3.      Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa Al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya.
4.      Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran setelah diketahui hubungan suatu kaliamat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
















BAB 5
MAKKIYYAH DAN MADANIYYAH

A.     Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah
1.      Dari Perspektif Masa Turun : Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Meka. Madaniyyah ialah ayat-ayat yang turun setelah Nabi hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah.
2.      Dari Perspektif Tempat Turun : Makkiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyyah. Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, dan Sul’a.
3.      Dari Perspektif Objek Pembicaraan : Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang Mekah. Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang Madinah.

B.      Cara- Cara Mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
1.      Pendekatan Transmisi (Periwayatan) : Para sarjana muslim merujuk pada riwayat valid yang berasal dari sahabat, yaitu orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya wahyu.
2.      Pendekatan Analogi (Qiyas) : Para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak dari ciri-ciri spesifikasi dari kedua klasifikasi itu.

C.      Ciri- Ciri Spesifik Makkiyyah dan Madaniyyah
1.      Makkiyah
·         Terdapat ayat sajadah
·         Ayatnya dimulai dengan kata “kalla”.
·         Di mulai dengan ungkapan “ Ya ayyuha An-Nas” kecuali surah Al-Hajj.
·         Tema ayat tentang kisah Nabi dan umat terdahulu.
·         Bercerita tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah.
·         Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong, kecuali surat Al-Baqarah.
·         Menjelaskan tentang ibadah, kenabian, hari kiamat, surga dan neraka, perdebatan dengan kaum musyrik.
·         Banyak mengandung sumpah.
·         Ayat dan suratnya pendek dan perkataanya agak keras.
2.      Madaniyyah
·         Mengandung ketentuan faraid dan had.
·         Mengandung sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut.
·         Mengandung peredebatan dengan ahli kitabin.
·         Menjelaskan tentang ibadah, muammallah, hudud, warisan, jihd, sosial, hukum.
·         Surat dan ayatnya panjang-panjang.

D.     Klasifikasi Ayat- Ayat dan Surat- Surat Al- Quran
Menurut edisi standar Mesir, 86 surat termasuk periode Mekah dan 28 surat periode Madinah. Dasar dari determinasi kronologis ini adalah permulaan surat. Dalam pandangan para srjana muslim, pijakan pertama untuk mengklasifikasikan bagian ayat-ayat Al-Quran adalah hadis dan pernyataan para musaffir belakangan.

E.      Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyyah dan Madaniyyah
1.      Membantu dalam menafsirkan Al-Quran.
2.      Pedoman bagi langkah-langkah dakwah.
3.      Memberi informasi tentang sirah kenabian.















BAB 6
MUHKAM DAN MUTASYABIH

A.     Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Yang termasuk kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan untuk makna itu disebutka) dan zhahir (makna lahir). Adapun Mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Yang termasuk kategori mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil dan mubham (ambigius).

B.      Sikap Para Ulama terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dua kelompok, yaitu :
1.      Madzhab salaf, yaitu para ulama yang memercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah).
2.      Madzhab khlaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah.

C.      Fawatih As- Suwar
 Bentuk redaksi fawaath as-suwar di dalam Al-Quran dapat dijelakan sebagai berikut.
1.      Terdiri atas satu huruf (surat ke-38, 50, dan 68)
2.      Terdiri atas dua huruf (surat ke-40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 20, 27 dan 36)
3.      Terdiri atas tiga huruf (surat ke-2, 3, 29, 30, 31, 32, 10, 11, 12, 14, 15, 26 dan 28)
4.      Terdiri atas empat huruf (surat k3-7 dan 12)

D.     Hikmah Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat
 Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih dalam Al-Quran dan ketidakmampuan akal untuk mengetahuinya adlah berikut ini;
1.      Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2.      Teguran bag orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
3.      Memberikan pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa disaksikannya.


BAB 7
QIRA’AT AL- QURAN

A.     Pengertian Qira’at
Secara etimologi, qira’at  berarti membaca. Sedangkan secara terminologi, ulama berpendapat:
1.         Menurut Az-Zarqani : Suatu madzhab yang dianut seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Quran serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf-huruf atau dalam pengucapan bentuk-bentunya.
2.         Menurut Ibn Al- Jazari : Ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapkan kata-kata Al-Quran dan perbedaan-perbedaanya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
3.         Menurut Al-Qasthalani : Suatu imu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselishkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh periwayatnya.
4.         Menurut Az-Zarkasyi : Qira’at adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazh-lafazh Al-Quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
5.         Menurut Ash-Shabuni : Qira’at adalah suatu madzhab cara pelafalan Al-Quran yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.

B.      Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
1.      Latar Belakang Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran qira’at dibulai pada masa tabii, yaitu pada awal II H. Di antara ulama-ulama yang berjasa meneliti dan membersihkan qira’at dari berbagai penyimpangan adalah:
·         Abu ‘Amr ‘Utsman bin Sa’id bin ‘Utsman bin Sa’id Ad-Dani (w.444 H), dari Daniyyah, Andalusia, Spanyol, dalam karyanya yang berjudul At-Taisir.
·         Abu Al-‘Abbas Ahmad bin ‘Imarah bin Abu Al-‘Abbas Al-Mahdawi (w. 430 H), dalam karyanya yang berjudul Kitab Al-Hidayah.
·         Abu Al-Hasan Tharih bin Abi Thayyib bin Abi Ghalabun Al-Halabi (w. 399 H), seorang pendatang di Mesir, dalam karyanya yang berjudul At-Tadzkirah.
·         Abu Muhammad Makki bin Abi Thalib Al-Qairawani (w. 437 H), di Cordova, dalam karyanya yang berjudul At-Tabshirah.
·         Abu Al-Qasim ‘Abdurrahman bin Isma’il, terkenal dengan sebutan Abu Syamah, dalam karyanyan yang berjudul Al-Mursyid Al-Wajiz.
2.      Latar Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada’)
Perbedaan Qira’at itu bermula dari seorang guru yang membacakan qira’at itu kepada muridnya. Kemudian para ulama merangkum bentuk perbedaan cara membaca Al-Quran itu sebagai berikut:
1.      Perbedaan pada I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
2.       Perbedaan pada I;rab dan harakat (baris) kalimat sehingga merubah maknanya.
3.      Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya berubah.
4.      Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak berubah.
5.      Perbedaan  pada kalimat dimana bentuk dan maknanya berubah pula.
6.      Perbedaan dengan mendahulukan dan mengakhirkannya.
7.      Perbedaan dengan menambah dan mengurangi huruf.

C.      Sebab- Sebab Perbedaan Qira’at
Di antar sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut :
1.      Perbedaan qira’at Nabi.
2.      Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu itu.
3.      Adanya riwayat dari sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
4.      Adanya lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya Al-Quran.

D.     Macam- Macam Qira’at
1.      Dari Segi Kuantitas
·         Qira’at Sab’ah (Qira’at Tujuh)
·         Qira’at ‘Asyarah (Qira’at Sepuluh)
·         Qira’at Arba’at Asyarah (Qira’at Empat Belas)

2.      Dari Segi Kualitas
·         Qira’at Mutawatir.
·         Qira’at Masyhur.
·         Qira’at Ahad.
·         Qira’at Syadz (Menyimpang)
·         Qira’at Maudhu’ (Palsu), seperti Qira’at Al-Khazzani.
·         Qira’at yang menyerupai hadis mudraj (sisipan).

E.      Urgensi Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya dalam Istinbath Penetapan (Hukum)
1.      Urgensi Mempelajari Qira’at
·         Menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama.
·         Dapat men-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama.
·         Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.
·         Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
·         Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Quran yang mungkin sulit dipahami maknanya.
2.      Pengaruh Qira’at dalam Istinbath (Penetapan) Hukum
Perbedaan-perbedaan qira’at terkadang berpengaruh pula dalam menetapkan ketentuan. Contohnya terkandung dalam surat Al-Baqarah (2) : 222, surat An-Nisa’ (4) : 43 dan surat Al-Maidah (5) : 6.










BAB 8
NASIKH- MANSUKH

A.     Pengertian Naskh
Secara etimologi, ada empat makna naskh yang sering diungkapkan ulama, yaitu Izalah (menghilangkan), Tabdil (penggantian), Tahwil (memalingkan) dan Naql (memindahkan dari satu tempat ke tempat lain).
Secara terminologi, para ulama mendefinisikan naskh dengan redaksi yang sedikit berbeda, tetapi dengan pengertian yang sama, dengan : raf’u Al-hukm Al-syar’i bi Al-khithab Al-syar’i (menghapuskan hukum syara dengan khitab syara pula) atau raf’u Al-hukm  bil Al-dalil Al-syar’i (menghapuskan hukum syaradengan dalil syara yang lain).

B.      Rukun dan Syarat Naskh
Rukun naskh ada 4, yaitu:
1.      Adat Naskh.
2.      Nasikh.
3.      Mansukh.
4.      Mansukh’anh.
Adapun syarat-syarat naskh adalah :
1.      Yang dibatalkan adalah hukum syara.
2.      Pembatalan itu datangnya daari tuntutan syara.
3.      Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pembatalan hukum.
4.      Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian.

C.      Perbedaan antara Naskh, Takhsish, dan Bada’
Naskh  adalah menghapuskan hukum dari seluruh satuan yang tercakup dalam dalil mansukh. Takhsish adalah hukum dari sebagian satuan yang tercakup dalam dalil ‘amm. Dan Bada’ adalah hukum yang baru disebabkan oleh ketidak tahuan sang pembuat hukum akan kemungkinan munculnya hukum baru itu.

D.     Dasar-Dasar Penetapan Nasikh dan Mansukh
Manna’ Al-Qathan menetapkan tida dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan naskh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus). Ketiga dasar adalah :
1.      Melalui pentransmisian yang jelas (an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya.
2.      Melalui kesepakatan umat bahwa ayar ini naskh dan ayat itu mansukh.
3.      Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun sehingga disebut nasikh dan mana yang duluan turun sehingga disebut mansukh.

E.      Perbedaan Pendapat tentang Adanya Ayat- Ayat Mansukh dalam Al- Quran
1.      Menerima keberadaan naskh dalam Al-Quran. Pendapat ini di kemukakan mayoritas ulama. Untuk memperkuat pendapatnya, mereka mengemukakan argumentasi naqliiah dan aqliah.
2.      Menolak keberadaan naskh dalam Al-Quran. Di antara ulama yang masuk kelompok ini adalah Abu Muslim Al-Ashfahani, Imam Ar-Razi.

F.      Bentuk- Bentuk dan Macam- Macam Naskh dalam Al- Quran
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al-Quran di bagi menjadi empat macam, yaitu :
1.      Naskh Sharih, yaitu ayat yang jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat terdahulu.
2.      Naskh Dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta kedua-duanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu.
3.      Naskh Kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan.
4.      Naskh juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku sebagai semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus hukum yang bersifat muthlak dengan hukum yang muqayyad.

G.     Hikmah Keberadaan Naskh
Menurut Manna’ Al-Qathan terdapat empat hikmah keberadaan ketentuan naskh, yaitu :
1.      Menjaga kemashlahatan hamba.
2.      Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3.      Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.      Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.





BAB 9
MUKJIZAT

A.     Pengertian Mukjizat
Kata mukjizat di ambil dari kata kerja a’jaza-i ‘jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Mukjizat berdasarkan definisi pakar agama islam adalah “suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.”
Menurut Manna’ Al-Qathtahn didefinisikan sebagai suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat , sebagaimana dijelaskan oleh Quraish Shihab, adalah :
1.      Hal atau peristiwa yang luat biasa.
2.      Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
3.      Mengandung tanangan terhadap yang meragukan kenabian.
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.

B.      Macam- Macam Mukjizat
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam du bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis, yang dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam artian keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.

C.      Segi- Segi Kemukjizatan Al- Quran
1.      Gaya Bahasa
2.      Susunan Kalimat
3.      Hukum Ilahi Yang Sempurna
4.      Ketelitian Redaksinya
5.      Berita Tentang Hal-hal Yanh Gaib
6.      Isyarat- isyarat Ilmiah


BAB 10
TAFSIR, TAKWIL, DAN TERJEMAH

A.     Pengertian Tafsir, Takwil dan Terjemah
1.      Tafsir
 Menurut bahasa berarti Al-Idhah (menjelaskan), Al-Bayan (menerangkan), Al-Kasyf (mengungkapkan), Al-Izhar (menampakkan) dan Al-Ibanah (menjelaskan). Sedangkan secara istilah ada beberapa pendapat:
·         Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil : Tafsir adalah menjelaskan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
·         Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih : Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilah lafazh tersebut.
·         Menurut Abu Hayyan : Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Quran serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
·         Menurut Az-Zarkasyi : Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-maknakitab Allah  yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
 Berdasarkan rumusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peda dasarnya tafsir adalah suatu hasli usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam Al-Quran.
2.      Takwil
Secara bahasa takwil berarti  Ar-ruju’ ila Al-Ashl yang berarti kembali pada pokoknya.Takwil juga berarti  menerangkan dan menjelaskan. Adapun secara istilah, ulam berpendapat ;
·         Menurut Al-Jurzuni : Memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan Al-Kitab dan As-Sunnah.
·         Menurut Definisi Lain : Takwil ialah mengembalikan sesuatu pada ghayahnya (tujuannya), yakni menerangkan apa yang dimaksud.
·         Menurut Ulama Salaf : Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai dengan makna lahirnya ataupun bertentangan. Hakikat sebenarnya yang dikehendaki suatu ungkapan.
·         Menurut Ulama Khalaf : Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
Ringkasnya, takwil ialah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafazh itu.
3.      Terjemah
Secara bahasa terjemah berarti salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain atau mengganti, menyalin dan memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.
Secara istilah berarti Memindahakan Al-Quran kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemahan ini ke dalam beberapa naskh agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan terjemahan ini.
Macam-macam terjemahan ialah :
·         Terjemahan maknawiyyah tafsiriyyah
·         Terjemahan harfiyyah bi Al-mitsli
·         Terjemahan harfiyyah bi dzuni Al-mitsil

B.      Klasifikasi Tafsir: bi Al- Ma’tsur dan bi Ar- Ra’yi
1.      Tafsir bi Al-Ma’tsur
Tafsir ini berarti penafsiran Al-Quran yang mendasarkan pada Al-quran itu sendiri, penjelasan  Rasul, penjelasan para sahabat melalui ijtihadnya, dan aqwal tabi’in. Sedangkan kelemahan-kelemahan dari tafsir ini yaitu :
·         Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.
·         Masuknya unsur Israiliyat atau unsur yahudi kedalam penafsiran Al-Quran.
·         Penghilangan sanad.
·         Terjerumusnya sang musaffir ke dalam uraian kesastraan bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Quran menjadi kabur.
·         Hampir terabaikan asbab An-Nuzul dari suatu ayat.
2.      Tafsir bi Ar-ra’yi
Ar-ra’yi berarti keyakinan (i’tiqad), analogi (qiyas) dan ijtihad. Tafsir ini muncul karena semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan kemunculan beragam disiplin ilmu, karya para ulama, aneka metode penafsiran dan pakar di bidangnya masing-masing.