resume buku ulum Al-quran karya : Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.
Tugas
Mata Kuliah Ulumul Quran
RESUME BUKU ULUM AL- QURAN
DISUSUN
OLEH
NAMA :
NURUL MAGFIRAH
DOSEN PEMBIMBING :
FITHRIANI M.Ag.

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR- RANIRY
TAHUN 2016
BAB 1
ULUM AL- QURAN DAN PERKEMBANGANNYA
A.
Pengertian
‘Ulum Al- Quran
Ungkapan ‘Ulum Al- Quran berasal
dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “’ulum” (ilmu) dan “Al-
Quran” (kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Yang lafazh-lafazhnya
mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, diturunkan secara mutawatir,
yang ditulis pada mushaf, mulai dari surah Al-Fatihah sampai An-Nas).
Menurut Bahasa ‘Ulum Al- Quran adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan
dengan Al-Quran. Adapun ‘Ulum Al- Quran secara istilah, para ulama memberikan
redaksi berbeda,
·
Menurut Manna’ Al-Qaththan : Ilmu yang mencakup
pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Quran dari sisi informasi
tentang asbab an-nurul, kodifikasi dan tertib penulisan Al-quran, ayat-ayat
yang diturunkan di Mekkah (Makkiyyah) dan di Madinah (Madaniyyah), dan hal-hal
yang berkaitan dengan Al-Quran.
·
Menurut Az-Zarqani : Beberapa pembahasan yang
berkaitan dengan Al-Quran, dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara
membaca, kemukjizatan, nasikh, mansukh, dan penolakan hal-hal yang biasa
menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain.
·
Menurut Abu Syahbah : Sebuah ilmu yang memliki banyak
objek pembahasan yang berhubungan deangan Al-quran, mulai proses penurunan, urutan
penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan,
nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.
B.
Ruang
Lingkup Pembahasan ‘Ulum Al- Quran
Ruang Lingkup pembahasan Al-Quran tak terhingg, bahkan menurut Abu Bakar
Al-‘Arabi, ilmu- ilmu Al-quran itu mencapai 77.450. Berkenan dengan persoalan
ini, M. Hasbi Ash-Shiddiqie berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan ‘Ulum
Al- Quran terdiri dari enam hal pokok berikut ini:
1.
Persoalan
Turunnya Al-Quran (Nuzul Al-Quran)
2.
Persoalan
Sanad (Rangkaian Para Periwayatnya)
3.
Persoalan
Qira’at (Cara Pembacaan Al-Quran)
4.
Persoalan
Kata-Kata Al-Quran
5.
Persoalan
Makna- Makna Al-Quran yang Berkaitan dengan Hukum
6.
Persoalan
Makna- Makna Al-Quran yang Berpautan dengan Kata-Kata Al-Quran
C.
Cabang-Cabang
(Pokok Pembahasan) ‘Ulum Al- Quran
Di antara
cabang-cabang (pokok pembahasan) ‘Ulum Al- Quran adalah sebagai berikut:
1.
Ilmu Adab Tilawat Al-Quran, yaitu ilmu tentang aturan dalam
pembacaan Al-Quran.
2.
Ilmu Tajwid, yaitu ilmu tentang cara-cara membaca
Al-Quran.
3.
Ilmu Mawathin An-Nuzul, yaitu ilmu tetang tempat, musim,awal
dan akhir turun ayat.
4.
Ilmu Tawarikh An-Nuzul, yaitu ilmu tentang masa dan urutan
turunnya ayat.
5.
Ilmu Asbab An-Nuzul, yaitu ilmu tentang sebab-sebab
turunnya ayat.
6.
Ilmu Qira’at, yaitu ilmu tentang ragam qira’ar
(pembacaan Al-Quran).
7.
Ilmu Gharib Al-Quran, yaitu ilmu tentang makna kata-kata
yang ganjil.
8.
Ilmu ‘Irab Al-quran, yaitu ilmu tentang harakat Al-Quran.
9.
Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir, yaitu ilmu tentang kata-kata yang
memiliki makna lebih dari satu.
10. Ilmu Ma’rifar Al-muhkam wa Al-Mutasyabih, yaitu ilmu tentang ayat muhkam dan
mutasyabih.
11. Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh, yaitu ilmu tentang ayat yang mansukh oleh sebagian mufassir.
12. Ilmu Badai’u Al-quran, yaitu ilmu tentang keindahan susunan bahasa al-Quran.
13. Ilmu I’jaz Al-Quran, yaitu ilmu tentang segi-segi keutamaan Al-Quran.
14. Ilmu Tanasub Ayat Al-Quran, yaitu ilmu tentang persesuaian antar ayat.
15. Ilmu Aqsam Al-Quran, yaitu ilmu tentang maksud sumpah Allah dalam Al-Quran.
16. Ilmu Amtsal Al-Quran, yaitu ilmu tentang perumpamaan dalam Al-Quran.
17. Ilmu Jadal Al-Quran, yaitu ilmu tentang macam-macam perdebatan dalam Al-Quran.
D.
Perkembangan
‘Ulum Al- Quran
1.
Fase
Sebelum Kodifikasi (Qabl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase ini, ‘ulum Al-Quran kurang lebih sudah
merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada.
Hal itu ditandai dengan kegiarahan para sahabat untuk mempelajari Al-Quan
dengan sungguh-sungguh.
2.
Fase
Kodifikasi
Pengkodifikasian al-Quran ini berawal dari perintah
‘Ali bin Abi Thalib, dan semakin marak serta meluas ketika islam berada di
tangan Bani Ummayah dan Bani ‘Abbasiyah.
BAB 2
SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL- QURAN
A. Pengertian Al- Quran
·
Menurut Manna’ Al-Qaththan : Kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan membacanya memperoleh pahala.
·
Menurut Al-Jurjani : Yang Diturunkan kepada
Rasulullah SAW, yang ditulis di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara
mutawatir tanpa keraguan.
·
Menurut Abu Syahbah : Kitab Allah yang diturunkan-baik
lafazh maupun maknanya- kepada nabi terakhir, yang diriwayatkan secara
mutawatir, yakni penuh kepastian dan keyakinan, yang di tulis pada mushaf mulai
dari surat Al-Fatihah sampai An-Nas.
·
Menurut Kalangan Pakar Ushul Fiqih, Fiqih, dan Bahasa Arab : Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang lafazh
nya mengandung mukjizat, membacanya bernilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Farihah sampai
surat An-Nas.
B. Hikmah Diwahyukan Al- Quran Secara
Berangsur- Angsur
Al-Quran diturunkan dalam tempo waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu
mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji
Wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi.
Hikmah
diwahyukan Al- Quran secara berangsur- angsur:
1.
Memantapkan
hati Nabi.
2.
Menentang
dan melemahkan para penentang Al-Quran.
3.
Memudahkan
untuk dihafal dan dipahami.
4.
Mengikuti
setiap kejadian.
5.
Membuktikan
dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari allah yang Maha Bijaksan.
C. Pengumpulan Al- Quran (Jam’ Al-
Quran)
1.
Proses
Penghafalan Al-Quran
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan
Nabi, oleh karena itu ketika wahyu datang nabi langsung menghafal dan
memahaminya. Tindakan Nabi tersebut merukapan suri teladan yang diikuti
sahabatnya.
2.
Proses
Penulisan Al-Quran
Di mulai dari masa Nabi Muhammad SAW, kemudian
dilanjutkan masa Khulafa’ Al- Rasyidin.
D. Rasm Al- Quran
Rasm Al-Quran adalah tata cara menuliskan
Al-Quran yang ditetapkan pada masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Mushaf Utsman
ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu, yaitu Al-Hadzf (membuang, menghilangkan,
atau meniadakan huruf), Al-jiyadah (penambahan), Al-Hamzah, Badal (enggantian),
Washal dan Fashl (penyambung dan pemisah) dan kata yang dapat dibaca dua bunyi.
Pendapat ulama sekitar rasm Al-Quran :
1.
Sebagian
berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bersifat tauqifi.
2.
Sebagian
besar berpendapat bahwa Rasm ‘Utsmani bukan taugifi, tetapi kesepakatan cara
penulisan yang disetujui ‘Utsman dan diterima umat, sehingga wajib untuk
ditaati.
BAB 3
ASBAB An-NUZUL
A.
Pengertian
Asbab An-Nuzul
Secara etimologi, asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatar
belatarbelakangi terjadinya sesuatu, namun dalam pemakaiannya , ungkapan asbab
An-Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab- sebab yang
melatarbelakangi turunnya Al-Quran. Asbab An-Nuzul secara terminologi
dirumuskan oleh para ulama, diantarnya:
1.
Menurut Az- Zarqani : Asbab An-Nuzul adalah khusus
atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat Al-Quran
sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
2.
Menurut Ash- Shabuni : Asbab An-Nuzul adalah peristiwa
atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang
diajukan kepada Nabiatau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3.
Menurut Shubhi Shalih : Asbab An-Nuzul adalah sesuatu
yang menjadi sebab turunnya satu atau
beberapa ayat Al-Quran terkadang menyiratkan peristiwa itusebagai respons
atasnya, atau penjelasan terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.
4.
Manna’ Al-Qthathan : Asbab An-Nuzul adalah
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Quran berkenaan dengannya
waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan
yang diajukan kepada Nabi.
B.
Urgensi
dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab
An-Nuzul dalam memahami Al-Quran, sebagai berikut :
1.
Membantu
dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menagkap pesan
ayat-ayat Al-Quran.
2.
Mengatasi
keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3.
Mengkhususkan
hukum yang terkandung dalam ayat Al-quran.
4.
Mengidentifikasikan
pelaku yang menyebabkan ayat Al-Quran turun.
5.
Memudahkan
untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati
orang yang mendengarnya.
C.
Cara
Mengetahui Riwayat Asbab An-Nuzul
Asbab An-Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, tidak boleh ada jalan lain untuk mengetahuinya selain
berdasarkan periwayatnya (pentransmisian) yang benar (naql Ash- Shalih) dari
orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-
Quran.
D.
Macam-
Macam Asbab An-Nuzul
1.
Dilihat
dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab
An-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam
mengungkapkan Asbab An-Nuzul, yaitu Sharih (visionable/jelas, seperti “sebab
turunnya ayat ini . . . “ atau “telah terjadi . . . maka turunlah ayat . . .”)
dan muhtamillah (impossible/kemungkinan ,seperti “ayat ini turun berkenaan . .
. “)
2.
Dilihat
dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya
ayat untuk Asbab An-Nuzul
·
Berbilangnya
Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’addud al-Sabab wa Nazil al-Wahid)
·
Variasai
ayat untuk satu sebab (Ta’addud al-Nazil wa As-Sabab al-Wahid)
E.
Kaidah
Al-‘Ibrah
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa pertimbangan untuk satu lafazh Al-Quran adalah
keumumman lafazh dan bukannya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umum al-lafzhi la
bi khusus as-sabab). Di sisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa
ungkapan satu lafazh Al-Quran harus dipandang dari segi kekhususan sebab bukan
dari segi keumuman lafazh (al-‘ibarah bi khusus as-sabab la bi bi ‘umum
al-lafazh).
BAB 4
MUNASABAH AL- QURAN
A.
Pengertian
Munasabah
Secara etimologi, kata munasabah berarti musyakalah (keserupaan) dan
al-muqabarah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, munasabah dapat
didefinisikan sebagai betikut:
1.
Menurut Az- Zarkasyi : Munasabah adalah suatu hal yang dapat
dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2.
Menurut
Manna’ Al-Qaththan : Munasabah adalah
sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat, atau antar ayat
pada beberapa ayat, atau antar surat (di dalam Al-Quran).
3.
Menurut Ibn Al-‘Arabi : Munasabah adalah keterikatan
ayat-ayat Al-Qurana sehingga seolah-olah satu ungkapan yang mempunyai kesatuan
makana dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4.
Menurut Al-Biqa’i : munasabah adalah suatu ilmu yang
mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian
Al-Quran, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.
B.
Cara
Mengetahui Munasabah
As- Suyuthi menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan
untuk menemukan munsabah, yaitu :
1.
Harus
diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.
Memerhatikan
uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.
Menentukan
tingkatan uraian-uraian itu, apakan ada hubungannya atau tidak.
4.
Dalam
mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
C.
Macam-
Macam Munasabah
Dalam Al-Quran
sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah, yaitu :
1.
Munasabah
antar surat dengan surat sebelumnya.
2.
Munasabah
antar nama surat dan tujuan turunnya.
3.
Munasabah
antar bagian suatu surat.
4.
Munasabah
antar ayat yang letaknya berdampingan.
5.
Munasabah
antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat dismpingnya.
6.
Munasabah
antar fashilah (pemisah) dan isi ayat.
7.
Munasabah
antar awal sura dengan akhir surat yang sama.
8.
Munasabah
antar penutup surat dengan awal surat berikutnya.
D.
Urgensi
dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
1.
Dapat
mengembangkan sementara anggapan orang yang menganggap bahwa tema-tem Al-Quran
kehilangan relevansi antar suatu bagian dengan bagian lainnya.
2.
Mengetahui
persmbungan atau hubungan antar bagian Al-Quran.
3.
Dapat
diketahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa Al-Quran dan konteks
kalimat-kalimatnya.
4.
Dapat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran setelah diketahui hubungan suatu
kaliamat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
BAB 5
MAKKIYYAH DAN MADANIYYAH
A.
Pengertian
Makkiyyah dan Madaniyyah
1.
Dari Perspektif Masa Turun : Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah
hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Meka. Madaniyyah ialah ayat-ayat
yang turun setelah Nabi hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah.
2.
Dari Perspektif Tempat Turun : Makkiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah dan
sekitarnya, seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyyah. Madaniyyah adalah ayat-ayat
yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, dan Sul’a.
3.
Dari Perspektif Objek Pembicaraan : Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi
orang-orang Mekah. Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi
orang-orang Madinah.
B.
Cara-
Cara Mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah
1.
Pendekatan Transmisi (Periwayatan) : Para sarjana muslim merujuk pada riwayat valid yang
berasal dari sahabat, yaitu orang yang besar kemungkinan menyaksikan turunnya
wahyu.
2.
Pendekatan Analogi (Qiyas) : Para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak
dari ciri-ciri spesifikasi dari kedua klasifikasi itu.
C.
Ciri-
Ciri Spesifik Makkiyyah dan Madaniyyah
1.
Makkiyah
·
Terdapat
ayat sajadah
·
Ayatnya
dimulai dengan kata “kalla”.
·
Di
mulai dengan ungkapan “ Ya ayyuha An-Nas” kecuali surah Al-Hajj.
·
Tema
ayat tentang kisah Nabi dan umat terdahulu.
·
Bercerita
tentang kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali surat Al-Baqarah.
·
Ayatnya
dimulai dengan huruf terpotong, kecuali surat Al-Baqarah.
·
Menjelaskan
tentang ibadah, kenabian, hari kiamat, surga dan neraka, perdebatan dengan kaum
musyrik.
·
Banyak
mengandung sumpah.
·
Ayat
dan suratnya pendek dan perkataanya agak keras.
2.
Madaniyyah
·
Mengandung
ketentuan faraid dan had.
·
Mengandung
sindiran terhadap kaum munafik, kecuali surat Al-Ankabut.
·
Mengandung
peredebatan dengan ahli kitabin.
·
Menjelaskan
tentang ibadah, muammallah, hudud, warisan, jihd, sosial, hukum.
·
Surat
dan ayatnya panjang-panjang.
D.
Klasifikasi
Ayat- Ayat dan Surat- Surat Al- Quran
Menurut edisi standar Mesir, 86 surat termasuk periode Mekah dan 28 surat
periode Madinah. Dasar dari determinasi kronologis ini adalah permulaan surat.
Dalam pandangan para srjana muslim, pijakan pertama untuk mengklasifikasikan
bagian ayat-ayat Al-Quran adalah hadis dan pernyataan para musaffir belakangan.
E.
Urgensi
Pengetahuan tentang Makkiyyah dan Madaniyyah
1.
Membantu
dalam menafsirkan Al-Quran.
2.
Pedoman
bagi langkah-langkah dakwah.
3.
Memberi
informasi tentang sirah kenabian.
BAB 6
MUHKAM DAN MUTASYABIH
A.
Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Yang
termasuk kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang
dimaksud dengan terang dan tegas, dan untuk makna itu disebutka) dan zhahir
(makna lahir). Adapun Mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas.
Yang termasuk kategori mutasyabih adalah mujmal (global), mu’awwal (harus
ditakwil), musykil dan mubham (ambigius).
B.
Sikap
Para Ulama terhadap Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dua kelompok,
yaitu :
1.
Madzhab
salaf, yaitu para ulama yang memercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan
menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah).
2.
Madzhab
khlaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat
mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai
dengan keluhuran Allah.
C.
Fawatih
As- Suwar
Bentuk redaksi fawaath as-suwar di
dalam Al-Quran dapat dijelakan sebagai berikut.
1.
Terdiri
atas satu huruf (surat ke-38, 50, dan 68)
2.
Terdiri
atas dua huruf (surat ke-40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 20, 27 dan 36)
3.
Terdiri
atas tiga huruf (surat ke-2, 3, 29, 30, 31, 32, 10, 11, 12, 14, 15, 26 dan 28)
4.
Terdiri
atas empat huruf (surat k3-7 dan 12)
D.
Hikmah
Keberadaan Ayat-Ayat Mutasyabihat
Di antara hikmah keberadaan
ayat-ayat mutasyabih dalam Al-Quran dan ketidakmampuan akal untuk mengetahuinya
adlah berikut ini;
1.
Memperlihatkan
kelemahan akal manusia.
2.
Teguran
bag orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
3.
Memberikan
pemahaman abstrak-ilahiah kepada manusia melalui pengalaman indrawi yang biasa
disaksikannya.
BAB 7
QIRA’AT AL- QURAN
A.
Pengertian
Qira’at
Secara etimologi, qira’at berarti
membaca. Sedangkan secara terminologi, ulama berpendapat:
1.
Menurut Az-Zarqani : Suatu madzhab yang dianut
seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan Al-Quran serta
sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan
huruf-huruf atau dalam pengucapan bentuk-bentunya.
2.
Menurut Ibn Al- Jazari : Ilmu yang menyangkut
cara-cara mengucapkan kata-kata Al-Quran dan perbedaan-perbedaanya dengan cara
menisbatkan kepada penukilnya.
3.
Menurut Al-Qasthalani : Suatu imu yang mempelajari
hal-hal yang disepakati atau diperselishkan ulama yang menyangkut persoalan
lughat, hadzaf, i’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya diperoleh
periwayatnya.
4.
Menurut Az-Zarkasyi : Qira’at adalah perbedaan (cara
mengucapkan) lafazh-lafazh Al-Quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara
pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif (meringankan), tatsqil
(memberatkan), dan atau yang lainnya.
5.
Menurut Ash-Shabuni : Qira’at adalah suatu madzhab
cara pelafalan Al-Quran yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad
yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
B.
Latar
Belakang Timbulnya Perbedaan Qira’at
1.
Latar
Belakang Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul
semenjak Nabi masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qira’at bukan
merupakan sebuah disiplin ilmu. Menurut catatan sejarah, timbulnya penyebaran
qira’at dibulai pada masa tabii, yaitu pada awal II H. Di antara ulama-ulama
yang berjasa meneliti dan membersihkan qira’at dari berbagai penyimpangan
adalah:
·
Abu
‘Amr ‘Utsman bin Sa’id bin ‘Utsman bin Sa’id Ad-Dani (w.444 H), dari Daniyyah,
Andalusia, Spanyol, dalam karyanya yang berjudul At-Taisir.
·
Abu
Al-‘Abbas Ahmad bin ‘Imarah bin Abu Al-‘Abbas Al-Mahdawi (w. 430 H), dalam
karyanya yang berjudul Kitab Al-Hidayah.
·
Abu
Al-Hasan Tharih bin Abi Thayyib bin Abi Ghalabun Al-Halabi (w. 399 H), seorang
pendatang di Mesir, dalam karyanya yang berjudul At-Tadzkirah.
·
Abu
Muhammad Makki bin Abi Thalib Al-Qairawani (w. 437 H), di Cordova, dalam
karyanya yang berjudul At-Tabshirah.
·
Abu
Al-Qasim ‘Abdurrahman bin Isma’il, terkenal dengan sebutan Abu Syamah, dalam
karyanyan yang berjudul Al-Mursyid Al-Wajiz.
2.
Latar
Belakang Cara Penyampaian (Kaifiyat Al-Ada’)
Perbedaan Qira’at itu bermula dari
seorang guru yang membacakan qira’at itu kepada muridnya. Kemudian para ulama
merangkum bentuk perbedaan cara membaca Al-Quran itu sebagai berikut:
1.
Perbedaan
pada I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna dan bentuk kalimat.
2.
Perbedaan pada I;rab dan harakat (baris)
kalimat sehingga merubah maknanya.
3.
Perbedaan
pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk tulisannya, sementara maknanya
berubah.
4.
Perubahan
pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisannya, tetapi maknanya tidak
berubah.
5.
Perbedaan pada kalimat dimana bentuk dan maknanya
berubah pula.
6.
Perbedaan
dengan mendahulukan dan mengakhirkannya.
7.
Perbedaan
dengan menambah dan mengurangi huruf.
C.
Sebab-
Sebab Perbedaan Qira’at
Di antar sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda adalah
sebagai berikut :
1.
Perbedaan
qira’at Nabi.
2.
Pengakuan
dari Nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu
itu.
3.
Adanya
riwayat dari sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
4.
Adanya
lahjah atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa Arab pada masa turunnya
Al-Quran.
D.
Macam-
Macam Qira’at
1.
Dari
Segi Kuantitas
·
Qira’at
Sab’ah (Qira’at Tujuh)
·
Qira’at
‘Asyarah (Qira’at Sepuluh)
·
Qira’at
Arba’at Asyarah (Qira’at Empat Belas)
2.
Dari
Segi Kualitas
·
Qira’at
Mutawatir.
·
Qira’at
Masyhur.
·
Qira’at
Ahad.
·
Qira’at
Syadz (Menyimpang)
·
Qira’at
Maudhu’ (Palsu), seperti Qira’at Al-Khazzani.
·
Qira’at
yang menyerupai hadis mudraj (sisipan).
E.
Urgensi
Mempelajari Qira’at dan Pengaruhnya dalam Istinbath Penetapan (Hukum)
1.
Urgensi
Mempelajari Qira’at
·
Menguatkan
ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati para ulama.
·
Dapat
men-tarjih hukum yang diperselisihkan para ulama.
·
Dapat
menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.
·
Dapat
menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam kondisi berbeda pula.
·
Dapat
memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Quran yang mungkin sulit
dipahami maknanya.
2.
Pengaruh
Qira’at dalam Istinbath (Penetapan) Hukum
Perbedaan-perbedaan qira’at terkadang berpengaruh pula dalam
menetapkan ketentuan. Contohnya terkandung dalam surat Al-Baqarah (2) : 222,
surat An-Nisa’ (4) : 43 dan surat Al-Maidah (5) : 6.
BAB 8
NASIKH- MANSUKH
A.
Pengertian
Naskh
Secara etimologi, ada empat makna naskh yang sering diungkapkan ulama,
yaitu Izalah (menghilangkan), Tabdil (penggantian), Tahwil (memalingkan) dan
Naql (memindahkan dari satu tempat ke tempat lain).
Secara terminologi, para ulama mendefinisikan naskh dengan redaksi yang
sedikit berbeda, tetapi dengan pengertian yang sama, dengan : raf’u Al-hukm
Al-syar’i bi Al-khithab Al-syar’i (menghapuskan hukum syara dengan khitab syara
pula) atau raf’u Al-hukm bil Al-dalil
Al-syar’i (menghapuskan hukum syaradengan dalil syara yang lain).
B.
Rukun
dan Syarat Naskh
Rukun naskh
ada 4, yaitu:
1.
Adat
Naskh.
2.
Nasikh.
3.
Mansukh.
4.
Mansukh’anh.
Adapun syarat-syarat naskh adalah :
1.
Yang
dibatalkan adalah hukum syara.
2.
Pembatalan
itu datangnya daari tuntutan syara.
3.
Pembatalan
hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pembatalan hukum.
4.
Tuntutan
yang mengandung naskh harus datang kemudian.
C.
Perbedaan
antara Naskh, Takhsish, dan Bada’
Naskh adalah menghapuskan hukum
dari seluruh satuan yang tercakup dalam dalil mansukh. Takhsish adalah hukum
dari sebagian satuan yang tercakup dalam dalil ‘amm. Dan Bada’ adalah hukum
yang baru disebabkan oleh ketidak tahuan sang pembuat hukum akan kemungkinan
munculnya hukum baru itu.
D.
Dasar-Dasar
Penetapan Nasikh dan Mansukh
Manna’ Al-Qathan
menetapkan tida dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan naskh
(menghapus) ayat lain mansukh (dihapus). Ketiga dasar adalah :
1.
Melalui
pentransmisian yang jelas (an-naql Al-sharih) dari Nabi atau para sahabatnya.
2.
Melalui
kesepakatan umat bahwa ayar ini naskh dan ayat itu mansukh.
3.
Melalui
studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun sehingga disebut nasikh dan
mana yang duluan turun sehingga disebut mansukh.
E.
Perbedaan
Pendapat tentang Adanya Ayat- Ayat Mansukh dalam Al- Quran
1.
Menerima
keberadaan naskh dalam Al-Quran. Pendapat ini di kemukakan mayoritas ulama.
Untuk memperkuat pendapatnya, mereka mengemukakan argumentasi naqliiah dan
aqliah.
2.
Menolak
keberadaan naskh dalam Al-Quran. Di antara ulama yang masuk kelompok ini adalah
Abu Muslim Al-Ashfahani, Imam Ar-Razi.
F.
Bentuk-
Bentuk dan Macam- Macam Naskh dalam Al- Quran
Berdasarkan
kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al-Quran di bagi menjadi empat macam,
yaitu :
1.
Naskh
Sharih, yaitu ayat yang jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat
terdahulu.
2.
Naskh
Dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak
dikompromikan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, serta
kedua-duanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian menghapus ayat
yang terdahulu.
3.
Naskh
Kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan.
4.
Naskh
juz’iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku sebagai semua individu dengan
hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus hukum yang
bersifat muthlak dengan hukum yang muqayyad.
G.
Hikmah
Keberadaan Naskh
Menurut Manna’
Al-Qathan terdapat empat hikmah keberadaan ketentuan naskh, yaitu :
1.
Menjaga
kemashlahatan hamba.
2.
Pengembangan
pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan
dakwah dan kondisi manusia itu sendiri.
3.
Menguji
kualitas keimanan mukallaf dengan cara adanya perintah yang kemudian di hapus.
4.
Merupakan
kebaikan dan kemudahan bagi umat.
BAB 9
MUKJIZAT
A.
Pengertian
Mukjizat
Kata mukjizat di ambil dari kata kerja a’jaza-i ‘jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Mukjizat berdasarkan definisi pakar
agama islam adalah “suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti
kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau
mendatangkan hal serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu.”
Menurut Manna’ Al-Qathtahn didefinisikan sebagai suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur
tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat , sebagaimana dijelaskan oleh
Quraish Shihab, adalah :
1.
Hal
atau peristiwa yang luat biasa.
2.
Terjadi
atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
3.
Mengandung
tanangan terhadap yang meragukan kenabian.
4.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
B.
Macam-
Macam Mukjizat
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam du bagian pokok, yaitu
mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial,
logis, yang dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi terdahulu merupakan
jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam artian
keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra
oleh masyarakat tempat nabi tersebut menyampaikan risalahnya.
C.
Segi-
Segi Kemukjizatan Al- Quran
1.
Gaya
Bahasa
2.
Susunan
Kalimat
3.
Hukum
Ilahi Yang Sempurna
4.
Ketelitian
Redaksinya
5.
Berita
Tentang Hal-hal Yanh Gaib
6.
Isyarat-
isyarat Ilmiah
BAB 10
TAFSIR, TAKWIL, DAN
TERJEMAH
A.
Pengertian
Tafsir, Takwil dan Terjemah
1.
Tafsir
Menurut bahasa berarti Al-Idhah (menjelaskan),
Al-Bayan (menerangkan), Al-Kasyf (mengungkapkan), Al-Izhar (menampakkan) dan
Al-Ibanah (menjelaskan). Sedangkan secara istilah ada beberapa pendapat:
·
Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil : Tafsir adalah
menjelaskan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki
dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau tujuannya.
·
Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahib At-Taujih : Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami
oleh pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang
mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilah lafazh tersebut.
·
Menurut Abu Hayyan : Tafsir adalah ilmu mengenai cara
pengucapan lafazh-lafazh Al-Quran serta cara mengungkapkan petunjuk,
kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
·
Menurut Az-Zarkasyi : Tafsir adalah ilmu yang
digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-maknakitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad
SAW, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.
Berdasarkan rumusan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa peda dasarnya tafsir adalah suatu hasli usaha
tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai samawi
yang terdapat di dalam Al-Quran.
2.
Takwil
Secara bahasa takwil berarti Ar-ruju’ ila Al-Ashl yang berarti kembali
pada pokoknya.Takwil juga berarti
menerangkan dan menjelaskan. Adapun secara istilah, ulam berpendapat ;
·
Menurut
Al-Jurzuni : Memalingkan suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang
dikandungnya, apabila makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan
ketentuan Al-Kitab dan As-Sunnah.
·
Menurut
Definisi Lain : Takwil ialah mengembalikan sesuatu pada ghayahnya (tujuannya),
yakni menerangkan apa yang dimaksud.
·
Menurut
Ulama Salaf : Menafsirkan dan menjelaskan makna suatu ungkapan, baik bersesuai
dengan makna lahirnya ataupun bertentangan. Hakikat sebenarnya yang dikehendaki
suatu ungkapan.
·
Menurut
Ulama Khalaf : Mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang rajih pada makna
yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.
Ringkasnya, takwil ialah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh
(ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan memahami arti atau maksud sebagai
kandungan dari lafazh itu.
3.
Terjemah
Secara bahasa terjemah berarti
salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain atau mengganti, menyalin dan
memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.
Secara istilah berarti Memindahakan
Al-Quran kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemahan ini
ke dalam beberapa naskh agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab
sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan terjemahan ini.
Macam-macam terjemahan ialah :
·
Terjemahan
maknawiyyah tafsiriyyah
·
Terjemahan
harfiyyah bi Al-mitsli
·
Terjemahan
harfiyyah bi dzuni Al-mitsil
B.
Klasifikasi
Tafsir: bi Al- Ma’tsur dan bi Ar- Ra’yi
1.
Tafsir
bi Al-Ma’tsur
Tafsir ini berarti penafsiran Al-Quran yang
mendasarkan pada Al-quran itu sendiri, penjelasan Rasul, penjelasan para sahabat melalui
ijtihadnya, dan aqwal tabi’in. Sedangkan kelemahan-kelemahan dari tafsir ini
yaitu :
·
Terjadi
pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.
·
Masuknya
unsur Israiliyat atau unsur yahudi kedalam penafsiran Al-Quran.
·
Penghilangan
sanad.
·
Terjerumusnya
sang musaffir ke dalam uraian kesastraan bertele-tele sehingga pesan pokok
Al-Quran menjadi kabur.
·
Hampir
terabaikan asbab An-Nuzul dari suatu ayat.
2.
Tafsir
bi Ar-ra’yi
Ar-ra’yi berarti keyakinan (i’tiqad), analogi (qiyas) dan
ijtihad. Tafsir ini muncul karena semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang
diwarnai dengan kemunculan beragam disiplin ilmu, karya para ulama, aneka
metode penafsiran dan pakar di bidangnya masing-masing.