Sabtu, 19 November 2016

Makalah Ulum Al-Quran tentang pengertian dan proses pewahyuan serta kodifikasi dan sejarah pencetakan Al-Quran

Makalah Ulum Qur’an dan Hadits

PENGERTIAN WAHYU DAN PROSES PEWAHYUAN SERTA KODIFIKASI AL- QUR’AN DAN SEJARAH PENCETAKAN AL- QUR’AN

DISUSUN
OLEH

KELOMPOK                         : 2
ANGGOTA                            : FAJAR RAMADHAN 
                                      NURUL MAGFIRAH 
DOSEN PEMBIMBING       : FITHRIANI M.Ag.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR- RANIRY
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji dan syukur yang tiada hentinya bagi ALLAH SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan, rahmat dan karunia-Nya, kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul Qur’an dan Hadist” dan lebih lanjut semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan seputar “Pengertian wahyu dan proses pewahyuaan serta kodifikasi Al- Qur’an dan sejarah pencetakan Al- Qur’an”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tim penyusun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami menyadari tanpa kerja sama antara dosen pembimbing dan pihak lain yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi kami demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut di atas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Atas kesediaan waktunya untuk membaca makalah ini, kami ucapkan terima kasih.

Banda Aceh,    Oktober 2016
Penyusun



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR   ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii......
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.      Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
2.      Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
3.      Tujuan .............................................................................................................. 1
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
1.      Pengertian Wahyu ............................................................................................ 2
2.      Proses Peawahyuan .......................................................................................... 5
3.      Kodifikasi Al- Qur’an ...................................................................................... 7
4.      Sejarah Pencetakan Al- Qur’an ...................................................................... 11
BAB III. PENUTUP ................................................................................................. 15
1.      Kesimpulan .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 16












BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG MASALAH

Kita sebagai masyarakat muslim pasti tahu dengan yang namanya wahyu, terlebih lagi para akademisi yang ada di dalam sebuah naungan lembaga pendidikan islam, tampaknya nama tersebut melekat erat di benak mereka. Namun pengetahuan mengenai apa sesungguhnya atau hakekat dari kata tersebut dan setelah mengetahu apa makna dari wahyu, maka ada baiknya kita juga memahami bagaimana proses pewahyuan tersebut.
 Wahyu merupakan salah satu mukjizat yang luar biasa yang diberikan kepada Nabi dan Rasul. Wahyu ini diturunkan sesuai dengan sesuatu yang akan terjadi pada zaman ini, wahyu diturunkan melalui perantara malaikat jibril, lalu malaikat jibril menyampaikan kepada Nabi dan Rasul yang dikehendaki -Nya.
 Wahyu meliputi semua teks yang menunjuk pada titah Allah kepada manusia. Jadi Al-Qur’an merupakan bagian atau salah satu dari wahyu. Karena wahyu tidak hanya turun kepada nabi Muhammad saja, akan tetapi juga turun kepada Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad. Di samping itu, dalam konteksnya, wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad saja tidak hanya Al-Qur’an, akan tetapi juga berupa hadist, baik yang berupa hadist qudsi maupun hadist nabawi.
            Selanjutnya sabagai umat muslim yang telah memahami apa definisi dan bagaimana proses dari pewahyuan, serta telah mengetahui bahwa Al- Qur’an adalah wahyu Allah kepada umat muslim yang diajarkan oleh Rasulullah, maka kita juga perlu mengetahui bagaimanakan kodifikasi Al- Qu’an itu serta sejarah dari pencetakan Al- Quran itu sendiri sebelum akhirnya Al- qur’an tercetak indah pada zaman sekarang.

2.      RUMUSAN MASALAH
a.       Apa definisi dari wahyu?
b.      Bagaimanakan proses pewahyuan?
c.       Bagaimanakan kodifkasi Al- Qur’an?
d.      Bagaimanakan sejarah pencetakan Al- Qur’an?

3.      TUJUAN
a.  Memahami tentang definisi atau pengertian dari kata wahyu, baik secara bahasa maupun istilah.
b. Memahami tentang bagaimana wahyu diturunkan kepada malaikat sebelum malaikat menyampaikan kepada Nabi atau Rasul yang di kehendaki Allah SWT.
c.   Memahami  tentang kodifikasi Al- Qur’an
d.  Memahami tentang sejarah pencetakan Al- Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN WAHYU

 Kata wahyu menurut para ulama’ mempunyai dua arti al ikhaau memberi wahyu dan almuukhaabihii yang diwahyukan. Kata wahyu berasal dari fi’il madhi وحى او اوحى yang berarti pemberian isyarat dengan cepat. Wahyu merupakan pemberian secara tersembunyi dan cepat, khusus ditujukan kepada orang yang diberi tahu tanpa diketahui orang lain. Wahyu adalah hubungan gaib bersifat tersembunyi antara Allah dengan orang-orang yang telah di sucikan-Nya (Rasul & Nabi) dengan tujuan menurunkan kitab-kitab suci Samawi dengan perantara malaikat yang membawa wahyu (Jibril)[1].

Wahyu dengan arti bahasa dapat di golongkan sebagai berikut:[2]
a)   Ilham murni pada manusia, seperti informasi kepada ibunya Nabi Musa dalam ayat yang artinya “ Dan (ingatlah) ketika kami (ilhamkan) kepada ibu Nabi Musa supaya menyusuinya.” Q.S. Al- Qashas/28:7
b)     Ilham insting pada hewan, seperti wahyu pada lebah pada surah al- Nahl yang  artinya “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit ,di pohon-pohon kayu,dan di tempat-tempat yang di bikin manusia” Q.S An –nahl /16:68
c)     Isyarat dengan cepat dengan menggunakan simbol atau sejenisnya ,sebagaimana isyarat Nabi Zakaria kepada kaumnya seperti yang di ceritakan dalam Al-Qur’an “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” Q.S Maryam/19:11
d)     Bisikan kepada hati manusia seperti dalam ayat berikut : “sesungguhnya setan itu membisikan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu”. Q.S .Al An’am/6:121

Sedangkan menurut istilah wahyu adalah “pemberitahuan Tuhan kepada Nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-cerita dengan cara samar tapi meyakinkan kepada Nabi/ Rasul yang bersangkutan, bahwa apa yang diterimanya adalah benar-benar dari Allah”. [3]

Wahyu secara etimologi (ilmu asal-usul kata) berarti petunjuk yang di berikan dengan cepat. Cepat artinya datang secara langsung ke dalam jiwa tanpa di dahului jalan pikiran dan tidak bisa di ketahui oleh seorangpun.

[1] Prof.H. Zaini Dahlan,MA. Dkk, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta:PT. Dana Bakti Wakaf,1991) hal.10
[2] Khattan, Mabahis fi Ulum, h. 32-33
[3] Munah, “Metodologi Ilmu Tafsir, h. 94


Wahyu (al-wahy), secara semantik, berarti “isyarat yang sangat cepat ( termasuk, bisikan dalam hati dan ilham )”. Dalam Al-Qur’an , wahyu digunakan dalam beberapa pengertian , seperti:
1.      “isyarat”. [4]
2.      “pemberitahuan secara rahasia”. [5]
3.      “perundingan yang jahat dan bersifat rahasia”. [6]
4.      “ilham yang diberikan kepada binatang”. [7]
5.      “ilham yang diberikan kepada manusia”. [8]

Wahyu secara terminologis adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang dan diyakini bahwa pengetahuan itu datang berasal dari Allah , baik melalui perantara suara atau tanpa suara , maupun tanpa perantara. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa wahyu tidak sama dengan ilham , kasyaf vision (penglihatan batin) , perasaan dalam jiwa dan sebagainya. Seperti ayat berikut :

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍأَنْ يُكَلِّمَهُ آللَّهُ إلاَّوَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَآئِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلُ رَسُولاً فَيُوحِىَ بإِذْنِهِ مَا يَشَآءُ إِنَّهُ عَلِىحَكِيْمٌ
Artinya:“Dan, tiada manusia yang Allah berfirman kepadanya, kecuali dengan wahyu, atau dari belakang tirai, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat), lalu di wahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia Maha tinggi lagi Maha bijaksana”. [9]


Wahyu Allah kepada nabi Muhammad tidak hanya Al-Qur’an, namun juga Al-Hadist (sunnah). [10] Hal ini sebagaimana firman Allah:
وَمَايَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى ، إِنْ هُوَإِلاَّوَحْيُ يُوْ حَى
Artinya: “Dan tiadalah yang di ucapakannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diriwayatkan (kepadanya).[11]
Dari ayat di atas, dapat di simpulkan bahwa al-sunnah juga termasuk wahyu, namun al-sunnah tidak bermukjizat. Al-sunnah berfungsi menjelaskan hal-hal yang umum yang ada dalam al-qur’an.

[4] QS. Maryam, 9:8
[5]QS. Al-An’am, 6:112
[6]QS. Al-An’am, :121
[7]QS. An-Nahl, 16:68
[8]QS. Al-Qashas, 28:7
[9] QS. As-Syura’, 42:51
[10] Lihat kesimpulan yang dikemukakan oleh Moh. Shoim, Buku Ajar Ulumul Hadist (Tulungagung: Diktat tidak diterbitkan, 2000), h. 8
[11] QS. Al-Najm/53: 3-4






Fungsi Wahyu

a)      Untuk memberikan penjelasan tentang kehidupan kedua (kehidupan setelah kita mati,kehidupan yang sesungguhnya).
b)      Menolong mengetahui alam akhirat.
c)      Sifat dasar manusia sebagai makhluk social yang harus hidup berkelompok.
d)     Menolong akal dalam mengetahui tentang adanya Allah dan dapat mengetahui semua sifat-sifat Allah.
e)      Menguatkan pendapatan akal dan meluruskan melalui sifat sacral dan absolute yang terdapat dalam wahyu.
f)       Menjadi sumber-sumber hukum Allah
g)      Menjadikan peringatan dan pelajaran bagi manusia dll. [12]  




















           
            [12] Nur Kholis,Pengantar Al-Qur’an dan Hadist,(Yogyakarta:Teras,2008) hal. 20






2.      PROSES PEWAHYUAN

Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah selama 12 tahun (Makkiyah) dan periode Madinah selama 10 tahun (Madaniyah). Berdasarkan ( QS.As-Syura’ , 42:51 ) dapat di ketahui bahwa wahyu yang dikaruniakan Allah kepada manusia ada tiga  macam:
1)      Pewahyuan (menurunkan wahyu).
Pewahyuan cara ini adalah sesuai dengan makna wahyu dalam arti bahasa-isyarat yang cepat. Allah mencampakkan pengetahuan ke dalam jiwa nabi tanpa melalui perantara malaikat.Wahyu jenis ini adalah seperti mimipi nabi Ibrahim yang diperintahkan menyembelih putranya (ismail), seperti dalam ayat berikut, yang artinya:
Ibrahim berkata: ”Wahai anakku! Sungguh, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu”.
Ismail menjawab:” hay ayahku! Kerjakanlah apa yang di perintahkan kepadamu, insya allah, kamu akan mendapatiku termasuk dari orang-orang yang sabar”. [13]
2)      Mendengar suara dari belakan tirai atau hijab.
Pewahyuan cara kedua disampaikan dari belakang tirai, maksudnya kalam Allah di sampaikan oleh-Nya kepada seorang nabi dari belakang hijab atau tabir seperti ketika allah memenggil nabi Musa dari belakang sebuah pohon, dan nabi Musa mendengar panggilan Allah itu. Seperti dalam ayat berikut, yang artinya:
“Maka, ketika ia (musa) datang ke tempat api itu, ia dipanggil: hai Musa! Sesungguhnya aku inilah Tuhanmu, lepaskanlah kedua tanganmu. Sesungguhnya Kamu berada di lembah yang suci, yakni Thuwa. Dan, aku telah memilihmu, dengarkanlah apa yang diwahyukan (kepadamu)”. [14]
3)      Perantara malaikat (Jibril) yang membawa wahyu
Pewahyuan cara yang ketiga ini, di sampaikan Allah kepada seseorang melalui utusan (malaikat yang mengembang risalah, yakni malaikat Jibril) dengan kata-kata yang di ucapakan. Pemberian wahyu cara ini hanya terbatas bagi para Rasul, berbeda dengan bentuk pertama, wahyu bentuk ketiga tidak sekedar konseptual, tetapi sudah di bungkus oleh kata-kata (kalam). Dalam hal ini ada dua macam cara, yakni Nabi dapat melihat malaikat Jibril, adakalanya dalam bentuk yang asli dan ada kala Jibril menjelma sebagai seorang manusia.
[13] QS. As-Shaffat, 37:102
[14] QS. Thaha, 20:11-1
Berikut ini adalah jenis wahyu yang di alami nabi Muhammad :
1) Mimipi yang benar. [15] Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah mimpi yang benar di dalam tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari.” [16]
2)    Dihembuskan ke dalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan. Mujahid dan kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wahyu dalam Q.S Asy-Syura (42) ayat 51 ialah Tuhan memasukkan wahyu yang dimaksudkan ke dalam jiwa Nabi.
3) Gerincingan lonceng yang sangat keras. Martabat inilah yang paling berat diterima Nabi. [17] Apabila Wahyu yang turun kepada Rasulullah dengan cara ini, biasanya beliau mengumpulkan segala kekuatan dan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Terkadang suara itu seperti kepakan sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan di dalam hadits,
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan geemrincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (HR. Al-Bukhari). [18]
4)   Malaikat Jibril menyamar seperti seorang laki-laki yang berjubah putih. Misalnya ketika nabi Muhammad menerima wahyu tentang Iman,Islam, dan tanda-tanda hari kiamat.
5)   Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli. Cara yang seperti ini terjadi ketika nabi Muhammad menerima wahyu yang pertama (QS.al-Alaq ayat 1-5).
6)    Allah berbicara dengan Nabi dari belakang hijab, baik Nabi dalam keadaan sadar (jaga) seperti di malam Isra’ ataupun dalam tidur, seperti yang diriwayatkan oelh At-Turmudzy dari Hadits mu’adz.
7)    Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an. [19]

 


[15] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Op.cit., hlm 12-13
[16] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Op.cit., hlm 38
[17] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Op.cit., hlm 12-13
[18] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Op.cit., hlm 38
[19] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Op.cit.,hlm 14

3.      KODIFIKASI AL-QUR’AN

 Kata kodifikasi/ pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an) terkadang dimaksudkan sebagai pemeliharaan dan penjagaan dalam dada (bilhifzhi), dan terkadang dimaksudkan sebagai penulisan keseluruhannya, huruf demi huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (bilkitaabah). Yang kedua ini medianya adalah shahifah-shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada .
a.)    Kodifikasi Al- Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
 Rasulullah dalam mengekspresikan wahyu bukan hanya  dalam bentuk hafalan, tetapi juga dengan bentuk tulisan. Setiap kali sehabis Rasulullah menerima wahyu, Rasul memanggil beberapa orang sahabat dan memerintahkan salah seorang lakai-laki. Mereka disebut juga sebagai kuttab al-wahyi (para penulis wahyu) diantaranya adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Mu’awiyyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Abi sufyan, Kholid bin Sa’id bin Al-Ash, Hanzhalah bin Ar-rabi’, dan lainnya.
 Proses penulisan pada masa Nabi sangatlah sederhana, mereka menggunakan alat tulis yang sangat sederhana yang berupa kulit kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu. Setelah selesai menulis wahyu tersebut lalu dikumpulkan di kediaman Rasulullah SAW, dan masing-masing dari mereka menyimpan satu naskah.
Pada masa Rasulullah penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara yaitu :
·         Al- Jam’u bima’na hafazhahu fi al- Shudur
Pada bagian ini para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya. 
Di antara para sahabat yang paling terkenal dalam hafalan Al-Qur’an berdasarkan riwayat-riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mereka adalah Ibnu Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Mu’azd bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin As Sikkin, dan Abu Darda . Mereka berasal dari kaum Muhajirin dan Anshar.
·         Al- Jama’u bimana’na kitabatuhu fi Suthur
Setiap kali turun wahyu kepada Rasulullah SAW, Beliau selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya. Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa Ar-Riqa’ (kulit binatang), Al-Likhaf (lempengan batu), Al-Aktaf (tulang binatang yang kering), Al-`Usbu ( pelepah kurma), Al-Jarid (kulit batang pohon kurma), Al-Aqtab (pelana kuda), Ash-Shuhuf (kertas), Al-Alwah (papan), Azh-Zhurar (batu tipis), Al-Khazaf (tanah yang dibakar/batu bata), Al-Karanif (akar keras pohon saf) . Tulisan-tulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh yang lain.

b.)    Kodifikasi Al- Qur’an pada masa Abu Bakar
 Setelah Rasulullah wafat dan Abu bakar dipilih menjadi khalifah.Pada masa pemerintahan Abu Bakar inilah terjadinya kodifikasi Al-Qur’an yang mana susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).
Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas seorang nabi palsu, yakni Musailamah Al-Kadzdzab dan para pengikutnya. Hingga pada akhirnya peperangan tersebut menewaskan 700 orang sahabat penghafal Al-Qur’an.  Khawatir akan hilangnya Al-Qur’an, lalu Umar bin Khattab menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan didalam hafalan maupun tulisan. Pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh Umar bin Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah melakukannya. Tetapi Umar bin Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk melakukannya dan akhirnya Abu Bakar menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak perintah Abu Bakar dengan alasan yang sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya Zaid bin Sabit menyetujui usulan tersebut.
Dalam usaha pengumpulan ini, Zaid Bin Tsabit berpegang pada tulisan-tulisan yang tersimpan di rumah Rasulullah, hafalan-hafalan dari sahabat dan naskah –naskah yang ditulis oleh para sahabat untuk mereka sendiri. Zaid bin Tsabit menghimpun surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan petunjuk Rasulullah sebelum Beliau wafat dan menulisnya pada berbagai macam benda.
Lembaran hasil pengumpulan Al-Quran itu kemudian disimpan di tangan Abu Bakar hingga wafat, setelah itu berpindah ke tangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya berada di tanagn Hafsah bin Umar. Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali.

c.)    Kodifikasi Al- Qur’an pada masa Utsman Bin Affan
 Pada masa khalifah Utsman bin Affan kaum muslimin mulai banyak yang berselisih tentang Al-Quran. Disebutkan bahwa di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman terkejut melihat adanya perbedaan dalam membaca Al-Quran hingga satu kaum mengkafirkan yang lain.
 Setelah itu Hudzaifah segera mendatangi khalifah Utsman dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang Al-Quran sebagaimana perselisihan antara Yahudi dan Nasrani.” Kemudian Utsman bin Affan menerima usulan tersebut. Beliau lalu mengirimkan utusan untuk meminjam mushaf kepada Hafshah untuk disalin.  Ia memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-‘Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushaf. 
Mushaf yang telah tersusun kemudian disalin dan dikirimkan tujuh kota, yaitu Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Walaupun sebenarnya terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. mushaf inilah yang dikenal dengan mushaf  Utsmani. Lalu Utsman bin Affan memerintahkan kepada seluruh negeri agar umat muslim menggunakan mushaf  Utsmani. Ia juga memerintahkan semua mushaf yang bertentangan dengan mushaf  Utsmani dibakar. , banyak para sahabat dan tabi’in yang marah. Mereka mengecam tindakan Utsman bin Affan yang tidak pernah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Menanggapi kecaman tersebut, kemudian Utsman bin Affan menulis surat kepada para sahabat-sahabat beliau untuk menyetujui tindakan tersebut demi kebaikan bersama dan menghindari perselisihan. Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memennnuhi persyaratan berikut:
·         Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.
·         Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakhdan ayat tersebut tidak  diyakini dibaca kembali dihadapan Nabi saw pada saat-saat terakhir.
·         Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampppu mencakup qira’at yang  berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun.
·         Kronologi surat dan ayat seperti yang di kenal sekarang ini. Berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf  Utsmani.
 Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.misalnya yang di tulis di mushafsebagian sahabat yang merasa juga menulis makna ayat atau penjelasan nasikh-mansukh didalam mushaf .[20]

d.)   Usaha Lanjutan dalam Penyempurnaan Mushaf Usmani
Tulis menulis dalam kalangan orang Arab Jahiliyah amat sedikit. Yang pertama belajar menulis di antara orang Arab ialah Basyr ibn Abdul Malik, ia belajar kepada orang Al-Anabar.
Islam terus menerus berkembang baik wilayah maupun pemeluknya. Banyak orang non Arab yang telah masuk islam, maka dari itu benturan-benturan kultural antara masyarakat Arab dengan orang-orang ‘ajam (non-Arab) tidak dapat dielakan. Sebab, dikalangan masyarakat Islam terutama orang non Arab sering terjadi kesalahan dalam melafalkan ayat-ayat Al-Quran. Dengan adanya masalah seperti itu maka timbulah usaha untuk memberikan pungtuasi (tanda-tanda baca) dikalangan para ulama ketika itu.
·         Abu Amr al-Daniy dalam hal ini mengemukakan bahwa, tidak mustahil apabila penulisan titik (sebagai tanda baca) dimulai oleh para sahabat Nabi.
·         Abu al-Awad al-Du’ali, dialah sebagai ulama ahli pertama dalam bidang kaidah bahasa Arab atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib. Menurut suatu riwayat mengatakan bahwa Abu al-Aswad al-Du’ali pernah mendengar seseorang di Basrah membaca ayat Al-Quran dengan cara yang salah, sehingga merubah semua pengertian dan maksud yang terkandung dalam ayat yang dibaca itu. Kesalahan orang tersebut disebabkan karena tidak adanya tanda baca yang menunjukan bagaimana seharusnya ayat tersebut dibaca.
Sejak kejadian itulah Abu al-Aswad al-Du’ali mulai melakukan pekerjaannya, dan hasilnya sampai kepada pembuatan tanda fathahberupa satu titik diatas huruf, tanda kasrah satu titik dibawah huruf, dan tanda dhomah berupa tanda titik disamping huruf, dan tanda sukun berupa dua titik. [21] Dapat disimpulkan yaitu yang terlebih dahulu meletakan titik dan harakat atau tanda baca lainnya, bahwasanya mereka semua itu telah ikut andil dalam upaya menutup kemungkinan terjadinya kekeliruan didalam membaca Al-Quran, sekaligus memperbagus dan memperindah Al-Quran.
[20] Marzuki, op. Cit., hlm. 76
[21] Manna’a khalil al-qhatthan, mabahits fi ‘ulum al-quran, (al-Syarikah al-Muttahidah li al-Tauzi,1973), h.150

4.      SEJARAH PENCETAKAN AL- QUR’AN
 Sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang sebenarnya telah membangun peradaban masa kini. Pada sejarah Perkembangan pencetakan Al-Qur’an  terutama di Barat tidak bisa diacuhkan atau dipandang sebelah mata, karena Baratlah yang pertama kali menemukan mesin cetak yang mampu mencetak buku-buku termasuk Al-Qur’an yang disebarkan secara massal.
Percetakan Al- Qur’an dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M) dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang). Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, bahasa yang berkembang di sana adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan Al-Qur’an yang pertama adalah dengan bahasa latin pada tahun 1135 M. Tokoh yang menerjemahkan ke dalam bahasa ini adalah Robert of Ketton (Robertus Retanensis) yang selesai pada bulan Juli 1143 M  dengan penerbitnya Bibliander.

a)      Percetakan Awal Al-Qur’an
 Al-Qur’an pertama kali dicetak dan diterbitkan di Venice (Venisia) sekitar tahun 1530 M. kemudian di Basel pada tahun 1543 M, tetapi setelah beberapa percetakan itu dihancurkan atas perintah para penguasa gereja. Orang yang pertama kali mencetak Al-Qur’an adalah Paganino dan Alessandro Paganini – sekitar tahun 1537 atau 1538 M. Namun sayang sekali cetakan yang telah dicetak keduanya tidak diketahui keberadaannya. Salah seorang sarjana Itali, yakni Angelina Nouvo menemukan photo Copy Al-Qur’an  yang pernah dicetak di Venisia. Photo Cory tersebut ditemukan di Isola – Venisia – tepatnya di perpustakaan Fransiscan Friars of San Michele.
Percetakan yang dilakukan Paganino dan Paganini ini bertujuan untuk dieekspor ke kerajaan Turki Utsmani. Tetapi orang-orang Turki Utsmani tidak mau menerima Al-Qur’an tersebut karena:
·         Orang Turki Utsmani meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak boleh dipegang oleh orang-orang kafir – non muslim – seperti Paganino dan Paganini. Menurut Jean Bodin (1530-1596 M) dalam bukunya “Colloquium Heptaplomeres”, bahwa orang-orang Turki Utsmani memotong tangan kanan Alessandro Paganini dan merusak seluruh cetakannya.
·         Al-Qur’an yang dicetak di Venisia memiliki banyak kekurangan dan kesalahan yang bisa mengurangi bahkan merusak  makna Al-Qur’an.
b)      Percetakan Al-Qur’an di Jerman
 Percetakan ini dilakukan di Hamburg pada tahun 1694 M. oleh Abraham Hinckelmann. [22] Empat tahun kemudian Ludovico Maracci mencetak edisi teks Arab dengan terjemah bahasa Latin. Ludovisi Gustav Flugel dengan edisi Arab  yang mencetak secara khusus di Leifzig pada tahun 1834 M. Lalu diikuti dengan cetakan berikutnya pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893 M. Edisi ini banyak diikuti oleh sarjana Barat setelah perang dunia I.
c)      Percetakan Al- Qur’an di St. Petersburg
 Hampir satu abad kemudian setelah cetakan Hamburg muncullah cetakan Al- Qur’an yang spesial pada tahun 1787 di St. Petersburg. Setelah perdamaian Küçük Kaynarca sehabis perang Rusia -Turki (1768 - 1774), sejumlah wilayah Turki jatuh di kekuasaan Rusia. Dalam kondisi ini, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherine II menyuruh agar Al- Qur’an dicetak dengan tujuan politis. Dimulai pada tahun 1787, 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798 M. Sejak tahun 1842 M percetakan St. Petersburg mencetak mushaf dengan model yang bervariasi. Sehingga pada tahun 1905 M percetakan ini mengeluarkan mushaf dengan bentuk format yang besar dengan tujuan untuk diperlihatkan kepada pemerintah pada waktu itu.
d)     Percetakan Al- Qur’an di London (Inggris)
 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani. Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya. Di kota Volga, Kazan, Al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun tahun1833 M kemudian pada tahun 1871 dan 1875 M. Bahkan mushaf yang ada di Perpustakaan Universitas Harvad merupakan mushaf cetakan London edisi tahun 1845 dan 1848 M.
e)      Percetakan Al- Qur’an di Bobay (India)
 Cetakan di Bombay ini dimulai pada tahun 1852, 1865, 1869, 1875, 1881, 1883, 1891 dan 1897 M. Percetakan ini pertama kali disebarkan pada tahun 1856 dan 1857. Sedangkan cetakan Bombay dengan memakai pengantar bahasa persia dan disertai dilakukan oleh Muhammad Ali Qashânî. Percetakan Calcutta yang disertai dengan tafsîr al-Zamakhsyarî diproduksi oleh William Nassau Lees, Abdul Hayyi dan Khaddâm Husain.

[22] Abraham Hinckelmann (1652-1692) adalah sarjana non-muslim yang pertama kalimencetak Al-Qur’an lengkap di Hamburg. Lihat Abraham Hinckelmann dalam Wikipedia.http://en.wikipedia. org/wiki/ Abraham_ Hinckelmann. diunduh tanggal 16 Juli 2009
f) Percetakan Al- Qur’an di Kairo (Mesir)
 Menurut Sarkîs, Al- Qur’an dicetak di Kairo terjadi pada tahun 1864 M., kemudian pada tahun 1866, 1881 dan 1886 M. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Al-Qur’an (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al- Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memprakarsainya.
g)  Percetakan Al- Qur’an di Turki
Dimulai pada tahun 1872, 1886, 1889 dan 1904 M.
h)      Percetakan Al-Qur’an di Indonesia
 Al- Qur’an Cetakan Indonesia pada tahun 1848 menurut penelitian Fawzi A.Abdulrazak dan Ian Proudfoot Muhammad Azhari, orang asli Palembang, Sumatera membuat sebuah litografi Al- Qur’an yang kemudian dia cetak. Dia membeli peralatan percetakan di Singapura ketika mau kembali dari Makkah ke Sumatera. [23] Namun ada yang mengatakan bahwa yang mencetak adalah Ibrahim bin Husain di toko percetakan miliki Muhammad Azhari di Palembang.[24]
Menurut versi lain, yakni menurut Alhumam, sebagaimana dikutip oleh M. Ibnan Syarif, bahwa pencetakan Al- Qur’an di Indonesia dimulai pada sekitar tahun 1950 oleh penerbit Salim Nabhan dari Surabaya dan Afif dari Cirebon. Penerbit Salim Nabhan berdiri pada tahun 1904. Sebelum mencetak Al- Qur’an penerbit Salim adalah pemasok buku-buku  berbahasa Arab. [25] Kemudian pada tahun 1957, menara Kudus yang merupakan percetakan tertua di Jawa Tengah mencetak Al- Qur’an pojok atau bahriyya yang dikhususkan untuk huffadz (para penghafal al-Qur’an). Pada tahun 1974 dicetak Juz Amma yang dikhususkan bagi pembelajar Al - Qur’an. [26] Pada tahun berikutnya, pencetakan Al- Qur’an mulai berkembang pesat. Muncullah penerbit-penerbit Al- Qur’an seperti Penerbit Bina Progresif yang berdiri tahun 1960, CV. Mahkota di Surabaya, CV. Madu Jaya Makbul, PT. Bina Ilmu, UD Surya Cipta Aksara dan lain-lain.

23] Michael W. Albin, “Printing of the Qur’an”...hlm. 271
[24] Jan Van Der Putten, “Printing in Riau: Two stpes toward Modernity” dalam jurnal Bijdragen,deel 1534e Aflevering, 1997,hlm 718.
[25] M.Ibnan Syarif, Ketika Mushaf Menjadi Indah,hlm. 61.
                [26] Ibid,hm. 62

 Perkembangan berikutnya adalah munculnya upaya untuk memelihara dan menjaga kesucian Al- Qur’an dari kesalahan cetak. Pada tahun 1951, Rektor IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah, M. Adnan membentuk kelompok Pentashih Al- Qur’an. Kelompok ini bertujuan memeriksa dan mentashih Al- Qur’an cetakan agar tidak ada kesalahan cetak.
 Pada tahun 1957, pemerintah melalui Departemen Agama (kini menjadi Kementerian Agama) membentuk Lajnah Pentashih Al- Qur’an sebagai badan resmi yang bertugas meneliti dan menjaga kemurnian dan mentashih Al- Qur’an.
i)        Al- Qur’an Cetakan Sa’id Nursi
Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali Al- Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah, yakni perpaduan tulisan tangan yang cantik dengan teknologi percetakan offset modern. Teks tulisan tangannya ditulis oleh kaligrafet Turki Hamid al-'Amidi. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960). Kemudian  sejak tahun 1976 Al- Qur’an  dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman).



Selain di negara-negara di atas, di beberapa negara juga mulai ramai percetakan Al-Qur’ân. Seperti di Iran (1828 M), Tibris (1833 M) dan percetakan lainnya. Selain dicetak, mushaf atau naskah Al- Qur’an yang autentik dari masa khalifah Utsmân juga bisa dijumpai. Tetapi menurut Dadan Rusmana ia hanya tiga buah, ketiganya berada serta tersimpan di museum Tashkent (Rusia), musium Istambul (Turki) dan satunya lagi di musium Kairo (Mesir). [27]








[27]Dikutip dari H.A. Athaillah, Sejarah al-Qur’ân: Verifikasi Tentang Otentisitas al-Qur’an...hlm. 372. 




BAB III
PENUTUP


1.    KESIMPULAN
a)    Wahyu adalah perintah Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul melalui perantara malaikat Jibril dalam keadaan cepat dan sangat rahasia.
b)    Wahyu dalam arti bahasa juga dapat digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu Ilham murni pada manusia, Ilham insting pada hewan, Isyarat dengan cepat dengan menggunakan simbol atau sejenisnya dan Bisikan kepada hati manusia.
c)     Cara Allah menurunkan wahyunya kepada Nabi atau Rasul ada melalui memerintahkan malaikat Jibril untuk menyamapaikan wahyunya kepada Nabi atau Rasul kadang juga Allah lansung menyampaikan wahyunya kepada Nabi atau Rasul tersebut. Dan malaikat Jibril tersebut ketika menyampaikan wahyu dengan cara menyamar, menjelma seperti mausia, dan kadang juga dengan wujud aslinya.
d)    Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-Qur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun berdasarkan petunjuk Rasul, walaupun surat-suratnya belum tersusun seperti apa yang dilihat sekarang ini dan tulisan-tulisannya belum terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-benda yang beragam.
e)     Pengumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ini ialah bahwa Al-Qur’an itu terkumpul di dalam satu mushaf yang terbuat dari lembaran-lembaran yang beragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah.
f)     Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan adalah menyeragamkan bacaan Al-Qur’an dengan jalan menyeragamkan penulisannya kemudian membukukannya dengan menyalinkan kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah  ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushhaf yang lebih sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai sumber bacaan dan hafalan lalu diperbanyak dan dikirimkan ke daerah-daerah.
g)   Percetakan Al- Qur’an dapat dibagi menjadi tiga periode, periode percetakan klasik (1.500-1900 M), periode mesin cetak modern (1920-1980 M) dan periode digital mushaf (1.800-Sekarang).

DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr.Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, PT PUSTAKA RIZKI PUTRA  semarang,2009
Izzan, Ahmad. 2011. Ulumul Qur’an. Bandung.: Humaniora.































1 Komentar:

Pada 1 Oktober 2019 pukul 03.23 , Blogger Unknown mengatakan...

thanks infonya yaa..

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda